Sepertinya aku
dijanjikan hujan pada bulan sebelumnya. memang sih terpenuhi, tapi tetap saja yang diberikan kurang. nah, apalagi sekarang, sudah hampir akhir bulan, tapi kotaku masih saja mentereng dengan panas yang tak berkesudahan.
mau kusalahkan siapa coba, kalau janji tak tertepati?
kamu? sedang kamu hanya berjanji atas nama hukum alam yang ketinggalan. bulan segini sampai bulan segini akan turun hujan dikotamu, katamu saat itu. iyah, kalau hanya itu akupun tau. tapi, apa kamu sudah memperhitungkan sekian masa yang terlewat dan kejadian – kejadian yang tercatat? hukum itu hanya berlaku, jika saja hutanku masih sebanyak dulu. jika saja pohonpohon masih tinggi menjulang tak habis tertebang. jika saja tak banyak bangunan menghabiskan lahan. jika tak ada pabrik – pabrik bertebaran. tidak juga majunya teknologi yang mungkin menyinggung keegoisan alam. jika saja, jika saja, jika saja ini adalah sekian tau lalu yang tinggal kenangan.
menyebalkan yah? padahal kamu tau tak, hujan itu benar benar menyenangkan. kamu pernah melihatnya? kamu tak perlu meyentuhnya untuk bisa terpesona. lihat saja. perhatikan setiap tetesan air yang menempel pada kaca jendela. indah bukan? mengalir turun perlahan, rasakan seolah olah kamu adalah dia. perlu kerelaan besar untuk melepaskan diri dari awan, dan jatuh ke tanah seperti sebah kebiasaan.
pernahkah terpikir, bisa saja awan tak ingin turun sebagai hujan khan? hanya tergantung disana dan menyaksikan semuanya seolah halhal disini adalah tontonan. hanya saja hukum memaksanya demikian. tertahan sebagai awan, turun sebagi hujan, sebelum akhirnya kembali lagi tercebur dalam perjalanan. tak usah bertanya, karena memang itu sudah jalannya.
menurutmu, kerelaan seperti itukah bentuk kelemahan? menerima segala sesuatu sebagai suatu keharusan, meski mungkin dengan paksaan. atau justru itu bentuk sebuah ketegaran, berkompromi dan berdamai dari hal hal yang mungkin tidak diinginkan.
dijanjikan hujan pada bulan sebelumnya. memang sih terpenuhi, tapi tetap saja yang diberikan kurang. nah, apalagi sekarang, sudah hampir akhir bulan, tapi kotaku masih saja mentereng dengan panas yang tak berkesudahan.
mau kusalahkan siapa coba, kalau janji tak tertepati?
kamu? sedang kamu hanya berjanji atas nama hukum alam yang ketinggalan. bulan segini sampai bulan segini akan turun hujan dikotamu, katamu saat itu. iyah, kalau hanya itu akupun tau. tapi, apa kamu sudah memperhitungkan sekian masa yang terlewat dan kejadian – kejadian yang tercatat? hukum itu hanya berlaku, jika saja hutanku masih sebanyak dulu. jika saja pohonpohon masih tinggi menjulang tak habis tertebang. jika saja tak banyak bangunan menghabiskan lahan. jika tak ada pabrik – pabrik bertebaran. tidak juga majunya teknologi yang mungkin menyinggung keegoisan alam. jika saja, jika saja, jika saja ini adalah sekian tau lalu yang tinggal kenangan.
menyebalkan yah? padahal kamu tau tak, hujan itu benar benar menyenangkan. kamu pernah melihatnya? kamu tak perlu meyentuhnya untuk bisa terpesona. lihat saja. perhatikan setiap tetesan air yang menempel pada kaca jendela. indah bukan? mengalir turun perlahan, rasakan seolah olah kamu adalah dia. perlu kerelaan besar untuk melepaskan diri dari awan, dan jatuh ke tanah seperti sebah kebiasaan.
pernahkah terpikir, bisa saja awan tak ingin turun sebagai hujan khan? hanya tergantung disana dan menyaksikan semuanya seolah halhal disini adalah tontonan. hanya saja hukum memaksanya demikian. tertahan sebagai awan, turun sebagi hujan, sebelum akhirnya kembali lagi tercebur dalam perjalanan. tak usah bertanya, karena memang itu sudah jalannya.
menurutmu, kerelaan seperti itukah bentuk kelemahan? menerima segala sesuatu sebagai suatu keharusan, meski mungkin dengan paksaan. atau justru itu bentuk sebuah ketegaran, berkompromi dan berdamai dari hal hal yang mungkin tidak diinginkan.
Komentar
Posting Komentar