Berdasarakan berbagai sumber yang pernah saya baca bahwa sekarang gencar-gencarnya setiap sekolah mengembangkan pusat studi yang dapat mengakomodir kepentingan peserta didik. Setiap sekolah terus berbenah menjadi lebih baik dalam semua sektor menuju pelayanan yang maksimal terutama dalam mewujudkan Sekolah Ramah Anak.
Hemat saya sebuah jawaban yang terlontar dapat dikatakan bahwa sekolah yang ramah siswa cenderung mampu mengembangkan iklim dan budaya akademik yang penuh dengan keramahan, toleransi, dan saling menghargai. Iklim akademik semacam itu bukan hal yang sulit dilakukan dan tidak hanya menjadi milik sekolah-sekolah mahal atau sekolah favorit.Strategi yang bisa dilakukan oleh sekolah yang ingin membangun iklim dan budaya akademik ramah siswa adalah mengembangkan berbagai program pembelajaran dengan melibatkan semua aktor di sekolah. Bukan hanya siswa, melainkan juga kepala sekolah, guru-guru, dan tenaga kependidikan, juga orangtua murid, sebagai salah satu pemangku kepentingan sekolah. Program-program pembelajaran itu tidak berarti menambah beban belajar siswa dengan memperpanjang jam belajar di kelas, tetapi berupa berbagai aktivitas yang dilakukan di luar kelas atau sekolah dan membuat siswa merasa senang, nyaman, dan betah mengikuti aktivitas tersebut.Sebagai contoh adalah memperkaya kegiatan ekstrakurikuler. Kemampuan psikomotorik siswa dapat diasah melalui berbagai kegiatan olahraga, sedangkan kemampuan afeksinya dapat diajarkan melalui kegiatan kesenian, keterampilan, pelestarian lingkungan hidup, atau proyek-proyek sosial yang dapat mempertajam kepekaan nurani siswa. Komitmen kepala sekolah dan para guru yang dipadukan dengan partisipasi aktif orangtua siswa dalam mendukung, dan bila perlu membimbing siswa dalam berbagai aktivitas di sekolah, menjadi kunci kesuksesan sekolah dalam memberikan bekal hidup yang terbaik bagi siswa.Sepatutnya kita kembali meresapi filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia. Menurut Ki Hajar, fungsi mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.Konsep pendidikan Ki Hajar tentang tiga dinding kelas juga menjadi inspirasi yang luar biasa untuk mereformasi pendidikan kita yang sudah cukup lama menjadikan ruangkelas bagaikan penjara bagi siswa. Ide ruang kelas tiga sisi dinding sesungguhnya memberikan kesempatan terbuka bagi siswa untuk berinteraksi tanpa batas dengan dunia riil di luar kelas. Ini artinya, siswa tidak boleh dipisahkan dari lingkungan sekitarnya dan mereka harus bisa melebur dengan kehidupan masyarakat.Pemikiran Ki Hajar itu juga sejalan dengan pemikiran ahli pendidikan dari Amerika Serikat, John Dewey (1953). Dalam kariernya sebagai ahli pendidikan, ia membuat sebuah sekolah yang dapat menghidupkan semangat saling bekerja sama dan tolong-menolong di antara siswa,guru, dan keluarga siswa. Menurut dia, sekolah adalah sebuah masyarakat mini, yang di satu pihak sekolah harus mencerminkan kehidupan bersama di luar sekolah dan di pihak lain harus memberikan sumbangan demi memperbaiki kehidupan sosial yang lebih beradab bagi generasi muda.Dengan memahami pemikiran-pemikiran para pendahulu yang cukup jernih itu, sudah sepantasnya pemerintah dan sekolah-sekolah di Indonesia berbenah kembali untuk mewujudkan sekolah yang menyenangkan dan ramah bagi para peserta didiknya.
semoga bermanfaat.
Hemat saya sebuah jawaban yang terlontar dapat dikatakan bahwa sekolah yang ramah siswa cenderung mampu mengembangkan iklim dan budaya akademik yang penuh dengan keramahan, toleransi, dan saling menghargai. Iklim akademik semacam itu bukan hal yang sulit dilakukan dan tidak hanya menjadi milik sekolah-sekolah mahal atau sekolah favorit.Strategi yang bisa dilakukan oleh sekolah yang ingin membangun iklim dan budaya akademik ramah siswa adalah mengembangkan berbagai program pembelajaran dengan melibatkan semua aktor di sekolah. Bukan hanya siswa, melainkan juga kepala sekolah, guru-guru, dan tenaga kependidikan, juga orangtua murid, sebagai salah satu pemangku kepentingan sekolah. Program-program pembelajaran itu tidak berarti menambah beban belajar siswa dengan memperpanjang jam belajar di kelas, tetapi berupa berbagai aktivitas yang dilakukan di luar kelas atau sekolah dan membuat siswa merasa senang, nyaman, dan betah mengikuti aktivitas tersebut.Sebagai contoh adalah memperkaya kegiatan ekstrakurikuler. Kemampuan psikomotorik siswa dapat diasah melalui berbagai kegiatan olahraga, sedangkan kemampuan afeksinya dapat diajarkan melalui kegiatan kesenian, keterampilan, pelestarian lingkungan hidup, atau proyek-proyek sosial yang dapat mempertajam kepekaan nurani siswa. Komitmen kepala sekolah dan para guru yang dipadukan dengan partisipasi aktif orangtua siswa dalam mendukung, dan bila perlu membimbing siswa dalam berbagai aktivitas di sekolah, menjadi kunci kesuksesan sekolah dalam memberikan bekal hidup yang terbaik bagi siswa.Sepatutnya kita kembali meresapi filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Indonesia. Menurut Ki Hajar, fungsi mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.Konsep pendidikan Ki Hajar tentang tiga dinding kelas juga menjadi inspirasi yang luar biasa untuk mereformasi pendidikan kita yang sudah cukup lama menjadikan ruangkelas bagaikan penjara bagi siswa. Ide ruang kelas tiga sisi dinding sesungguhnya memberikan kesempatan terbuka bagi siswa untuk berinteraksi tanpa batas dengan dunia riil di luar kelas. Ini artinya, siswa tidak boleh dipisahkan dari lingkungan sekitarnya dan mereka harus bisa melebur dengan kehidupan masyarakat.Pemikiran Ki Hajar itu juga sejalan dengan pemikiran ahli pendidikan dari Amerika Serikat, John Dewey (1953). Dalam kariernya sebagai ahli pendidikan, ia membuat sebuah sekolah yang dapat menghidupkan semangat saling bekerja sama dan tolong-menolong di antara siswa,guru, dan keluarga siswa. Menurut dia, sekolah adalah sebuah masyarakat mini, yang di satu pihak sekolah harus mencerminkan kehidupan bersama di luar sekolah dan di pihak lain harus memberikan sumbangan demi memperbaiki kehidupan sosial yang lebih beradab bagi generasi muda.Dengan memahami pemikiran-pemikiran para pendahulu yang cukup jernih itu, sudah sepantasnya pemerintah dan sekolah-sekolah di Indonesia berbenah kembali untuk mewujudkan sekolah yang menyenangkan dan ramah bagi para peserta didiknya.
semoga bermanfaat.
Komentar
Posting Komentar