Bagaimana
Mewujudkan Kota Layak Anak (KLA)
salah satu indikator pencapaiannya terukur dari ketersediaan ruang partisipasi anak dalam pembangunan di segala bidang, terutama optimalisasi fungsi pendidikan. Hal ini menjadi salah satu bagian dari aplikasi hak sipil dan kebebasaan anak yang telah diamantkan dalam Konvensi Hak Anak. Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Nomor 03 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Partisipasi Anak
Dalam Pembangunan menyebutkan Partisipasi Anak adalah keterlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya dan dilaksanakan atas kesadaran, pemahaman serta kemauan bersama sehingga anak dapat menikmati hasil atau mendapatkan manfaat dari keputusan tersebut.
Lampiran Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2011 Tentang KebijakanPartisipasi Anak, menyebutkanketerlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan anak dan anak dapat menikmati perubahan yang terjadi akibat dari keputusan tersebut yang berkenaan dengan hidup mereka baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dilaksanakan dengan persetujuan dan kemauan semua anak berdasarkan kesadaran dan pemahaman.
Lebih lanjut bahwa pengertian partisipasi sendiri sebetulnya sangat luas dan memiliki tingkatan-tingkatan, seperti yang dikemukakan oleh Hart (1997), yang mempopulerkan kebijakan tangga partisipasi sebagai berikut:
1.Manipulasi
Anak-anak dimanfaatkan oleh orang dewasa untuk kepentingan orang dewasa.
2.Dekorasi
Anak-anak hanya diajak mengikuti suatu kegiatan tertentu oleh orang dewasa tapi hanya menjadi pajangan saja.
3.Tokenisme
Anak-anak diajak untuk mengikuti suatu kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh orang dewasa, anak-anak hanya dipakai oleh orang dewasa sebagai simbol saja bahwa kegiatan tersebut telah melibatkan anak-anak.
4.Ditetapkan, tapi diberi informasi
Orang dewasa memutuskan kegiatan dan terlibat secara sukarela. Anak-anak mengetahui kegiatan tersebut dan mereka mengetahui siapa yang memutuskan untuk melibatkan mereka dan mengapa dilibatkan. Orang dewasa menghargai pandangan dari anak-anak.
5.Diberi informasi dan nasihat
Kegiatan didesain dan dilaksanakan oleh orang dewasa tapi anak dimintai masukannya. Anak-anak ini memiliki pemahaman/pengetahuan mengenai proses kegiatan. Pandangan mereka diperhatikan secara serius.
6.Keputusan atas inisiatif orang dewasa, dilakukan bersama anak
Orang dewasa memiliki gagasan awal, tapi anak-anak dilibatkan dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan. Anak-anak tidak hanya dipertimbangkan pandangan/masukannya tapi juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
7.Anak memiliki inisiatif dan diarahkan (oleh orang dewasa)
Anak-anak memiliki gagasan/inisiatif, merencanakan kegiatan tapi masih mengajak diskusi serta meminta nasihat dan dukungan dari orang dewasa.
8.Keputusan atas inisiatif anak, dilakukan bersama orang dewasa
Anak-anak memiliki gagasan/ide tentang kegiatan dan memutuskan sendiri bagaimana caranya kegiatan tersebut dilaksanakan. Orang dewasa siap mendampingi tapi tidak ikut mengurusi (pasif).
Peran serta anak dalam pembangunan diwadahi dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Setiap pemerintahan mulai dari daerah, propinsi, hingga pusat patut melibatkan anak dalam tahapan musrenbang. Situasi yang kerap ditemui adalah kentalnya dominasi orang dewasa seperti pembatasaan waktu penyampaian pendapat anak atau pemilihan waktu musrenbang di malam hari. Beragam hambatan partisipasi forum anak dalam musrenbang menunjukan belum optimalnya child mainstream di lingkungan pemerintahan.
Tugas pemerintah untuk mendorong stake holder di masyarakat dan pejabat penyelenggara pemerintahan agar lebih terbuka perspektif hak anaknya. Menekankan manfaat dari partisipasi forum anak merupakan bagian dari keberlangsungan pembangunan yang sehat dan bermanfaat bagi generasi bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang besar dan bermartabat.
Mewujudkan Kota Layak Anak (KLA)
salah satu indikator pencapaiannya terukur dari ketersediaan ruang partisipasi anak dalam pembangunan di segala bidang, terutama optimalisasi fungsi pendidikan. Hal ini menjadi salah satu bagian dari aplikasi hak sipil dan kebebasaan anak yang telah diamantkan dalam Konvensi Hak Anak. Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Nomor 03 Tahun 2011 Tentang Kebijakan Partisipasi Anak
Dalam Pembangunan menyebutkan Partisipasi Anak adalah keterlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya dan dilaksanakan atas kesadaran, pemahaman serta kemauan bersama sehingga anak dapat menikmati hasil atau mendapatkan manfaat dari keputusan tersebut.
Lampiran Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2011 Tentang KebijakanPartisipasi Anak, menyebutkanketerlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan yang berhubungan dengan anak dan anak dapat menikmati perubahan yang terjadi akibat dari keputusan tersebut yang berkenaan dengan hidup mereka baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dilaksanakan dengan persetujuan dan kemauan semua anak berdasarkan kesadaran dan pemahaman.
Lebih lanjut bahwa pengertian partisipasi sendiri sebetulnya sangat luas dan memiliki tingkatan-tingkatan, seperti yang dikemukakan oleh Hart (1997), yang mempopulerkan kebijakan tangga partisipasi sebagai berikut:
1.Manipulasi
Anak-anak dimanfaatkan oleh orang dewasa untuk kepentingan orang dewasa.
2.Dekorasi
Anak-anak hanya diajak mengikuti suatu kegiatan tertentu oleh orang dewasa tapi hanya menjadi pajangan saja.
3.Tokenisme
Anak-anak diajak untuk mengikuti suatu kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh orang dewasa, anak-anak hanya dipakai oleh orang dewasa sebagai simbol saja bahwa kegiatan tersebut telah melibatkan anak-anak.
4.Ditetapkan, tapi diberi informasi
Orang dewasa memutuskan kegiatan dan terlibat secara sukarela. Anak-anak mengetahui kegiatan tersebut dan mereka mengetahui siapa yang memutuskan untuk melibatkan mereka dan mengapa dilibatkan. Orang dewasa menghargai pandangan dari anak-anak.
5.Diberi informasi dan nasihat
Kegiatan didesain dan dilaksanakan oleh orang dewasa tapi anak dimintai masukannya. Anak-anak ini memiliki pemahaman/pengetahuan mengenai proses kegiatan. Pandangan mereka diperhatikan secara serius.
6.Keputusan atas inisiatif orang dewasa, dilakukan bersama anak
Orang dewasa memiliki gagasan awal, tapi anak-anak dilibatkan dalam setiap tahap perencanaan dan pelaksanaan. Anak-anak tidak hanya dipertimbangkan pandangan/masukannya tapi juga dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
7.Anak memiliki inisiatif dan diarahkan (oleh orang dewasa)
Anak-anak memiliki gagasan/inisiatif, merencanakan kegiatan tapi masih mengajak diskusi serta meminta nasihat dan dukungan dari orang dewasa.
8.Keputusan atas inisiatif anak, dilakukan bersama orang dewasa
Anak-anak memiliki gagasan/ide tentang kegiatan dan memutuskan sendiri bagaimana caranya kegiatan tersebut dilaksanakan. Orang dewasa siap mendampingi tapi tidak ikut mengurusi (pasif).
Peran serta anak dalam pembangunan diwadahi dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Setiap pemerintahan mulai dari daerah, propinsi, hingga pusat patut melibatkan anak dalam tahapan musrenbang. Situasi yang kerap ditemui adalah kentalnya dominasi orang dewasa seperti pembatasaan waktu penyampaian pendapat anak atau pemilihan waktu musrenbang di malam hari. Beragam hambatan partisipasi forum anak dalam musrenbang menunjukan belum optimalnya child mainstream di lingkungan pemerintahan.
Tugas pemerintah untuk mendorong stake holder di masyarakat dan pejabat penyelenggara pemerintahan agar lebih terbuka perspektif hak anaknya. Menekankan manfaat dari partisipasi forum anak merupakan bagian dari keberlangsungan pembangunan yang sehat dan bermanfaat bagi generasi bangsa Indonesia menjadi Bangsa yang besar dan bermartabat.
Komentar
Posting Komentar