Untuk memainkan sebuah gitar harus distem terlebih dahulu dengan keahlian khusus dan estetika/rasa seni yang dalam sebelum dimainkan, supaya setiap dawai yang dipetik bisa dihasilkan melodi yang indah. Begitupun analogi seorang manusia Manusia oleh Tuhan dibekali dengan akal dan banyak kompetensi lainya yang mendekati sempurna, hanya saja tidak semua manusia berhasil melahap bekal tersebut. Banyak potensi diri pada manusia tidak dimanfaatkan secara maksimal.Sebagai manusia kita harus menyetem senar jiwa, jangan sampai jiwa kita mengeluarkan nada-nada yang sumbang. Terdapat 6 senar pada gitar dengan nada yang berbeda-beda, mulai dari nada E, A, D, G, B dan kembali lagi kenada E. Jika ke-6 senar tersebut di stem dan dimainkan dengan serasi maka akantercipta harmoni dan melodi yang indah.Sama halnya filosofi hidup manusia, berbagai sisi dalam diri manusia harus di stem (dikelola) dengan harmonis agartercipta sebuah symphoni yang indah. Begitupun beberapa faktor diluar diri manusia harus diatur supaya menghasilkan harmoni dan energi positif terhadap sesama manusia dan alam raya.Untuk menyetem senar-senar dijiwa kita alangkah baiknya jika melalui petunjuk guru Sejati atau pemimpin yang adil, meskipun
pada dasarnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, kita bisa melakukanya sendiri. Dengan belajar (olah akal) dan perenungan (olah jiwa), berbuat baik terhadap manusia dan alam ( aktivitas horizontal) dan ibadah kepada Tuhan (aktivitas vertikal).Kegiatan-kegiatan tersebut perlahan akan membantu manusia menyetem senar-senar dalam jiwanya. Memusatkan hubungan vertikal pribadi dimalam hari dengan ketenangan dan keheningan setidaknya dipagi hari akan muncul dengan wajah yang bercahaya yang meneduhkan bagi alam disekitarnya, gerak-gerik dan ucapan sarat makna yang dalam, penuh makna, symphoni memancar dari dalam jiw dan melantunkan melody kehidupan yang indah.
Selanjutnya bagaimana nasib senar jiwa yang tak pernah distem? Jelas suara dawai yang dihasilkan tak dapat mengeluarkan getaran-getaran bernada indah. Mendengar menjadi malas, tak ada niat dan minat untuk memainkannya. Berlaku juga bagi nafas kehidupan jiwa kita, hati gundah, jalan penuh kegelapan, dan tak tentu arah tujuan. Tuhanpun enggan untuk memainkan manusia-manusia sumbang. Tidak ada melody yang merdu, yang keluar hanya keluhan, hinaan, cacian puncaknya stress. Terlihat murung wajah yang kusam dan dan sorot mata yang kosong. Alam semesta, lingkungan sekitar enggan menengok dan menyapa. Gerimis terasa badai, mentari pagi tak menampakan sinar terangnya seakan terasa semakin panas, bagai kobaran api yang siap membakar apa saja yang berada didepanya, nafas malu penuh keraguan mati enggan hidup pun tak mau.
Ingat, bersyukurlah atas kehidupan ini/ sujudlah sejenak ucapkan terima kasih pada Sang Penguasa Langit dan Bumi.
Semoga bermakna
Salam progressif
pada dasarnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, kita bisa melakukanya sendiri. Dengan belajar (olah akal) dan perenungan (olah jiwa), berbuat baik terhadap manusia dan alam ( aktivitas horizontal) dan ibadah kepada Tuhan (aktivitas vertikal).Kegiatan-kegiatan tersebut perlahan akan membantu manusia menyetem senar-senar dalam jiwanya. Memusatkan hubungan vertikal pribadi dimalam hari dengan ketenangan dan keheningan setidaknya dipagi hari akan muncul dengan wajah yang bercahaya yang meneduhkan bagi alam disekitarnya, gerak-gerik dan ucapan sarat makna yang dalam, penuh makna, symphoni memancar dari dalam jiw dan melantunkan melody kehidupan yang indah.
Selanjutnya bagaimana nasib senar jiwa yang tak pernah distem? Jelas suara dawai yang dihasilkan tak dapat mengeluarkan getaran-getaran bernada indah. Mendengar menjadi malas, tak ada niat dan minat untuk memainkannya. Berlaku juga bagi nafas kehidupan jiwa kita, hati gundah, jalan penuh kegelapan, dan tak tentu arah tujuan. Tuhanpun enggan untuk memainkan manusia-manusia sumbang. Tidak ada melody yang merdu, yang keluar hanya keluhan, hinaan, cacian puncaknya stress. Terlihat murung wajah yang kusam dan dan sorot mata yang kosong. Alam semesta, lingkungan sekitar enggan menengok dan menyapa. Gerimis terasa badai, mentari pagi tak menampakan sinar terangnya seakan terasa semakin panas, bagai kobaran api yang siap membakar apa saja yang berada didepanya, nafas malu penuh keraguan mati enggan hidup pun tak mau.
Ingat, bersyukurlah atas kehidupan ini/ sujudlah sejenak ucapkan terima kasih pada Sang Penguasa Langit dan Bumi.
Semoga bermakna
Salam progressif
Komentar
Posting Komentar