Salah satu tujuan dari pendidikan adalah mampu menjadikan anak kritis
baik dalam berpikir kritis dalam menyelesaikan atau memecahkan
permasalahan maupun kemampuan mengkomunikasikan atau menyampaikan
pikirannya secara kritis. Kenyataannya pelaksanakan pembelajaran kurang
mendorong pada suatu kemampuan berpikir kritis. Dua faktor penyebab
berpikir kritis tidak berkembang selama pendidikan adalah kurikulum yang
umumnya dirancang dengan target materi yang luas sehingga pendidik
lebih terfokus pada penyelesaian materi dan kurangnya pemahaman pendidik
tentang metode pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
kritis (Anderson et al., 1997).
Menjadikan pemikiran baru oleh para pendidik untuk mengoptimalkan kemampuan peserta didiknya terutama dalam hal berpikir secara kritis. Kemampuan berpikir kritis ini akan memberikan arahan dalam melaksanakan pekerjaan dan berpikir. Lebih dari itu, berpikir kritis membantu dalam mengkaitkan suatu pokok permasalahan dengan lebih akurat. Untuk mencapai suatu pendidikan yang mampu menjadikan anak berpikir kritis diperlukan keterbukaan dari semua pihak.
Kemampuan anak berpikir kritis adalah dengan mengembangkan kemampuan intelektualnya. Dalam kaitannya dengan kemampuan intelektual, Bloom memberikan sumbangan ide yang cukup bermakna dalam kemampuan intelektual ini, yaitu membagi kemampuan intelektual dari tingkatan yang sederhana menuju tingkatan yang komplek antara lain pengetahuan atau pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kemampuan dalam menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi pada taksonomi Bloom merupakan tingkatan keterampilan yang lebih tinggi. (Cotton, 1991).
Melalui kemampuan intelektual maka diperlukan aktivitas-aktivitas dalam membentuk suatu kegiatan yang mengasak kemampuan anak untuk berpikir kritis. Berpikir kritis dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan seperti : memperhatikan suatu topik persoalan secara detil dan menyeluruh, melakukan identifikasi pada kecenderungan dan pola seperti mengidentifikasi suatu persamaan dan perbedaan dari sisi permasalahan tersebut, mengulangi kegiatan pengamatan(observasi) untuk memastikan tidak ada sesuatu yang terlewatkan, memahami informasi yang didapat dari berbagai sudut pandang, memilih solusi-solusi yang sesuai secara obyektif, dan mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari solusi yang dipilih.
Eric Jensen merincikan beberapa keterampilam yang harus ditekankan pada tingkat abstraksi sebagai bagian dari perkembangan dalam mengajari kemampuan memecahkan masalah dan berpikir kritis, yaitu :
1. Mengumpulkan informasi-informasi dan sumber-sumber yang berguna.
Suatu informasi yang diperoleh akan berguna padi seseorang untuk melakukan upaya mengganggulangi atau mengatasi dampak-dampak negatif dari suatu permasalahan.
2. Mengembangkan fleksibilitas dalam bentuk dan gaya
Pengolahan informasi yang diperoleh dalam berbagai bentuk dan melibatkan beberapa sudut pandang.
3. Mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan berkualitas tinggi
4. Menimbang bukti sebelum menarik kesimpulan
5. Menggunakan metafora dan model
6. Mengonsepkan strategi(diagram, daftar, keuntungan dan kerugian, penjabaran, dll)
7. Berhubungan secara produktif dengan ambiguitas, perbedaan, dan kebaruan
8. Mencari kemungkinan dan probabilitas(meletuskan ide secara cepat dalam kelompok, membuat formula, survai, sebab akibat)
9. Keterampilan debat dan diskusi
10. Identifikasi kesalahan, ketidaksesuaian, dan ketidaklogisan
11. Mengkaji pendekatan-pendekatan alternatif (mengubah kerangka referensi, berpikir di luar kotak, dll)
12. Strategi-strategi hipotesis - pengujian
13. Mengembangkan objektivitas
14. Generalisasi dan deteksi pola (identifikasi dan mengorganisasikan informasi, menerjemahkan informasi, aplikasi lintas batas)
15. Peristiwa-peristiwa yang berurutan. (Brain Based Learning, 2008: 280)
Beberapa tokoh telah memberikan sumbangan ide dalam meningkatkan kemampuan berpikir ktitis. Interaksi dari peserta didik tersebut juga dapat memberikan peran penting dalam melibatkan aktivitas berpikir pada diri peserta didik. Interaksi dengan lingkungan baik itu lingkungan alam, sosial, maupun budaya dan interaksi dengan teman sejawatnya. Hal ini, dikarenakan pengalaman yang terjadi cenderung memberikan masukkan yang berdampak baik positif maupun negatif dalam diri individu untuk memecahkan masalah yang ada. Kemampuan berpikir kritis ini tidak dapat diartikan sebagai problem solving, karena kemampuan memecahkan masalah itu sendiri hanya bagian dari kemampuan berpikir kritis.
Sistem pembelajaran yang bersifat menghafal, di rasa kurang efektif untuk peserta didik. Menghafal pada dasarnya, hanya untuk jangka waktu pendek. Ketika satu minggu berlalu, maka peserta didik perlu mengingat kembali. Dengan pembelajaran yang bersifat menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi suatu masalah, maka menjadikan peserta didik berpikir kritis untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini, menuntut perhatian pendidik. Diharapkan pendidik dapat selektif dalam memilih soal sehingga pola pikir anak didiknya berkembang.
Cara penilaian dengan telaah yang lebih dalam, mendorong peserta didik untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar hanya menghafal. Jadi, pertanyaan yang diberikan pendidik harus ditelaah lebih dalam seperti penerapannya dalam kehidupan, contoh-contoh dari materi pelajaran, dan lain-lain. Ini akan lebih meningkatkan peserta didik berpikir kritis daripada guru memberikan pertanyaan yang jawabnya dapat dengan mudah dicari di buku-buku sumber.
Dalam pembelajaran pendidik lebih memusatkan pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir mereka. Pembelajaran seperti ini akan menantang bagi peserta didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
Selain kemampuan berpikir kritis, pendidik harus mengimbangi dengan meningkatkan perkembangan bahasa peserta didik. Hal ini tak terlepas dari kemampuan berpikir dipengaruhi oleh bahasa yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan meningkatkan kemampuan bahasa, berarti pendidik juga meningkatkan pola pikir kritis peserta didik. Keterampilan bahasa ini berhubungan dengan menyampaikan pikiran peserta didik tersebut. Selain menekankan pada keterampilan bahasa diperlukan pula rasa percaya diri yang cukup. Pendidik memberikan motivasi agar menambah kepercayaan diri. Disamping itu, pendidik juga perlu memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengungkapkan pikirannya. Apabila keterampilan berpikir kritis sudah dapat dilaksanakan maka akan menjadi hal yang cukup mudah untuk mengkomunikasikan pikirannya ini. Hal ini karena idenya sudah terkonsep.
Ternyata tak cuma intelegensi anak saja yang kini harus dimiliki berpikir kreatif pun tak kalah bergunanya. Berpikir kreatif haruslah dikembangkan sejak dini pada diri seorang anak. Peran utama orang tua dan guru haruslah sinergi dalam memberikan rangsangan kepada anak mengembangkan cara berpikir kraetif.
Makna kata berpikir kreatif sendiri sesungguhnya berkisar pada persoalan menghasilkan sesuatu yang baru dari hasil berpikirnya. Suatu ide atau gagasan tentu lahir dari proses berpikir yang melibatkan empat unsur berpikir: alat indera; fakta; informasi; dan otak. Arti kata berpikir kreatif di sini harus diarahkan pada proses dan hasil yang positif, tentu untuk kebaikan bukan untuk keburukan. Berpikir kreatif juga perlu dibenturkan dengan kesesuaian, konteks dengan tema persoalan, nilai pemecahan masalah, serta bobot dan tanggung jawab yang menyertainya. Dengan demikian, tidak setiap kebaruan hasil karya dapat dengan serta-merta disebut kreatif. Yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah landasan konseptual yang menyertai karya tersebut.
Terdapat beragam definisi yang terkandung dalam pengertian berpikir kreatif. Menurut yang bersifat inovatif, berdaya guna, dan dapat dimengerti. Definisi senada juga dikemukakan oleh Drevdahl. Menurutnya, kreativitas adalah kemampuan seseorang menghasilkan gagasan baru, berupa kegiatan atau sintesis pemikiran yang mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan, bukan fantasi semata.
Di dalam makna berpikir kreatif untuk menyebut suatu karya baru atau kebaruan yang diutamakan adalah aspek kesegaran ide dalam karya tersebut, bukan sekadar ulangan atau stereotip. Kreatif bisa juga ditinjau dari nilai orisinalitas dan keunikan cara penyampaiannya; bisa juga merupakan sebuah alternatif "cara lain", walau inti pesan sebenarnya tidak berbeda dengan apa yang pernah ada sebelumnya.
Berpikir kreatif yang tampak pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Berpikir kreatif merupakan sifat yang komplikatif; seorang anak mampu berkreasi dengan spontan karena ia telah memiliki unsur pencetus kreativitas.
Pada dasarnya anak-anak yang berpikir kreatif bersifat ekspresionis. Ini karena pengungkapan ekspresi itu merupakan sifat yang dilahirkan dan dapat berkembang melalui latihan-latihan. Ekspresi ini disebut dengan spontanitas, terbuka, tangkas dan sportif. Ada 3 ciri dominan pada anak yang berpikir kreatif: (1) spontan; (2) rasa ingin tahu; (3) tertarik pada hal-hal ; faktor lingkunganlah yang menjadikan anak tidak kreatif. Dengan demikian, peran pendidik sebenarnya lebih pada mengembangkan anak untuk berpikir kreatif. Ada empat Cara Mengembangkan Anak untuk berpikir kreatif
a. Membangun kepribadian
Pendidik dapat membangun kepribadian baik pada anak yang tercermin dari pola pikir dan pola sikap anak yang kreatif. Pendidik yang paham akan senantiasa menstimulasi/merangsang aktivitas berpikir dan bersikap anak. Menstimulasi aktivitas berpikir dilakukan dengan cara menstimulasi unsur-unsur/komponen berfikir (indera, fakta, informasi dan otak). Aktivitas bersikap adalah aktivitas dalam rangka pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri (beragama, mempertahankan diri dan melestarikan jenis).
Pendidik dapat menstimulasi alat indera anak dengan cara melatih semua alat indera sedini mungkin. Pendidik senantiasa menghadirkan keteladanan yang baik pada anak di mana saja mereka berada. Jadi dapat dikatakan kepribadian menentukan potensi berpikir yang kreatif yang lebih besar.
b. Menumbuhkembangkan motivasi
Berpikir kreatif dimulai dari suatu gagasan yang interaktif. Bagi anak-anak, dorongan dari luar diperlukan untuk memunculkan suatu gagasan. Dalam hal ini, pendidik banyak berperan. Dengan penghargaan diri, komunikasi dialogis dan kemampuan mendengar aktif maka anak akan merasa dipercaya, dihargai, diperhatikan, dikasihi, didengarkan, dimengerti, didukung, dilibatkan dan diterima segala kelemahan dan keterbatasannya. Dengan demikian, anak akan memiliki dorongan yang kuat untuk secara berani dan lancar mengemukakan gagasan-gagasannya. Selain itu, untuk memotivasi anak agar lebih berppikir kreatif, sudah seharusnya pendidik memberikan perhatian serius pada aktivitas yang tengah dilakukan oleh anak, misalnya dengan melakukan aktivitas bersama-sama mereka. Dengan demikian, sesungguhnya anak memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadikan anak-anak yang berpikir kreatif. Sebagai pendidik senantiasa berusaha untuk memperkenalkan anak dengan berbagai hal dan sesuatu yang baru untuk memenuhi aspek kognitif mereka. Tujuannya adalah agar mereka lebih terdorong lagi untuk berpikir dan berbuat secara kreatif. Dalam memotivasi anak agar kreatif, dilakukan dengan cara menyenangkan dan tidak di bawah tekanan/paksaan.
c. Mengendalikan proses pembentukan anak kreatif
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam pembentukan anak kreatif adalah:
1) Persiapan waktu, tempat, fasilitas dan bahan yang memadai
Waktu dapat berkisar antara 10-30 menit setiap hari; bergantung pada bentuk kreativitas apa yang hendak dikembangkan. Begitu pula dengan tempat; ada yang memerlukan tempat yang khusus dan ada pula yang dapat dilakukan di mana saja. Fasilitas tidak harus selalu canggih; bergantung pada sasaran apa yang hendak dicapai. Bahan pun tidak harus selalu baru; lebih sering justru menggunakan bahan-bahan sisa atau bekas.
2) Mengatur kegiatan
Kegiatan diatur sedemikian rupa agar anak-anak dapat melakukan aktivitasnya secara individual maupun berkelompok. Kadang-kadang anak-anak melakukan aktivitas secara kompetitif; kadang-kadang juga secara kooperatif. Selain itu pendidik menyediakan satu sudut khusus untuk anak dalam melakukan aktivitas. Sehingga anak difokus pada aktivitas yang diatur.
3) Memelihara iklim kreatif agar tetap terpelihara
Caranya dengan mengoptimal-kan poin-poin tersebut di atas.
d. Mengevaluasi hasil dari berpikir kreatif
Selama ini kita sering menilai kreativitas melalui hasil atau produk kreatif anak. Padahal sesungguhnya proses itu pada masa kanak-kanak lebih penting ketimbang hasilnya. Pentingnya penilaian kita terhadap proses berpikir kreatif bukan berarti kita tidak boleh menilai hasil berpikir kreatif itu sendiri. Penilaian tetap dilakukan. Hanya saja, ada satu hal yang harus kita perhatikan dalam menilai. Hendaknya kita menilai hasil kreatif anak tersebut dengan menggunakan perspektif anak, bukan perspektif kita sebagai orang dewasa.
Kalau kita mendapati seorang anak berusia 7 tahun dan kemudian dia dapat menyebutkan menggambar mobil, apakah kita akan mengatakan, "Ah, kalau cuma bisanya baru menyebutkan begitu, saya juga bisa." Tentu saja, dalam mengevaluasi proses dan hasil berpikir kreatif harus "open mind" atau dengan "pikiran terbuka". Setiap kali kita mengevaluasi hasil tersebut, kita harus selalu memberikan dukungan, penguatan sekaligus pengarahan. Begitu juga sebaliknya; jauhi celaan dan hukuman agar anak kita tetap kreatif.
Hal-hal dibawah ini harus dilakukan guru agar anak dapat mengembangkan cara berpikir kreatif anak, seperti :
1) Menciptakan lingkungan yang aman dan memberikan kebebasan bagi anak dalam mengungkapkan pendapat, perasaan dan sikapnya.
2) Guru harus menghormati anak sebagai individu, menghargai keunikan anak.
3) Guru jangan menghargai prestasi anak hanya dengan rangking.
4) Guru harus dapat menjadi model atau panutan bagi anak.
Guru harus menghargai hasil kreativitas dan keingintahuan anak akan sesuatu., jadi sebuah keharusan bagi orang tua atau guru untuk belajar, mengikuti semua perkembangan yang ada agar dapat mengimbangi rasa ingin tahu anak.
1) Guru harus dapat menunjang kegiatan anak.
2) Guru dapat menjadikan anak mandiri dan dapat mengambil keputusan sendiri.
3) Memberikan pujian pada anak bila mereka melakukan sesuatu dengan baik dan mulai mengurangi hukuman.
4) Sering berkomunikasi secara dua arah dengan anak. Gunakan teknik bertanya, sehingga memancing diskusi dengan merangsang rasa keingintahuan anak.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses penambahan informasi dan daya upaya untuk menimbulkan kreasi- kreasi akan kemampuan baru. Proses pembelajaran yang kita berikan harus mengarahkan dan melatih siswa untuk menghadapi masalah baik masalah pribadi maupun kelompok di lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah untuk dipecahkan sendiri. Dalam menyampaikan bahan pelajaran kita menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dalam usaha mencari pemecahan atau jawaban oleh siswa. Disini siswa dapat menemukan kombinasi aturan- aturan yang dipelajarinya lebih dahulu yang digunakannya untuk memecahkan masalah yang baru. Siswa didorong untuk berfikir secara sistematis dan kritis. Selain itu siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan nyata. Dalam memecahkan masalah siswa diajak untuk melihat proses pemecahn masalah tersebut. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangat penting bagi siswa dan masa depannya.
Ada beberapa langkah untuk membuat anak menjadi problem solver antara lain: (1) siswa harus dapat merumuskan masalah, disini siswa diharapkan dapat menentukan masalah yang akan dipecahkan. (2) siswa menganalisis masalah, disini siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. (3) siswa merumuskan hipotesis, langkaha ini siswa harus dapat merumuskan berbagaikemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. (4) siswa akan mengumpulkan data, siswa akan mencari dan menggambarkan informasi yang di perlukan dalam memecahkan masalah. (5) Pengujian hipotesis, siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan. (6) siswa harus merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, siswa akan menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai dengan rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Siswa dapat dikatakan sebagai problem solver apabila siswa dapat melakukan hal- hal seperti siswa dalam belajar tidak hanya sekedar mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahami pelajaran tersebut secara penuh. Selanjutnya siswa mempunyai kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta dapat mengembangkan kemampuannya dalam membuat keputusan secara objektif. Selain itu siswa juga memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah . dan yang terakhir yaitu siswa dapat memahami hubungan antara apa yang dipelajarinya dengan kehidupan kenyataan dalam kehidupannya(hubungan antara teori dengsn kenyataan).
Problem solver sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran karena dengan adanya problem solver ini maka pembelajaran akan semakin hidup dan semakin menggairahkan. Selain itu, siswa juga dapata mengembangkan kemampuan untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan yang baru.
Menjadikan pemikiran baru oleh para pendidik untuk mengoptimalkan kemampuan peserta didiknya terutama dalam hal berpikir secara kritis. Kemampuan berpikir kritis ini akan memberikan arahan dalam melaksanakan pekerjaan dan berpikir. Lebih dari itu, berpikir kritis membantu dalam mengkaitkan suatu pokok permasalahan dengan lebih akurat. Untuk mencapai suatu pendidikan yang mampu menjadikan anak berpikir kritis diperlukan keterbukaan dari semua pihak.
Kemampuan anak berpikir kritis adalah dengan mengembangkan kemampuan intelektualnya. Dalam kaitannya dengan kemampuan intelektual, Bloom memberikan sumbangan ide yang cukup bermakna dalam kemampuan intelektual ini, yaitu membagi kemampuan intelektual dari tingkatan yang sederhana menuju tingkatan yang komplek antara lain pengetahuan atau pengenalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kemampuan dalam menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi pada taksonomi Bloom merupakan tingkatan keterampilan yang lebih tinggi. (Cotton, 1991).
Melalui kemampuan intelektual maka diperlukan aktivitas-aktivitas dalam membentuk suatu kegiatan yang mengasak kemampuan anak untuk berpikir kritis. Berpikir kritis dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan seperti : memperhatikan suatu topik persoalan secara detil dan menyeluruh, melakukan identifikasi pada kecenderungan dan pola seperti mengidentifikasi suatu persamaan dan perbedaan dari sisi permasalahan tersebut, mengulangi kegiatan pengamatan(observasi) untuk memastikan tidak ada sesuatu yang terlewatkan, memahami informasi yang didapat dari berbagai sudut pandang, memilih solusi-solusi yang sesuai secara obyektif, dan mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari solusi yang dipilih.
Eric Jensen merincikan beberapa keterampilam yang harus ditekankan pada tingkat abstraksi sebagai bagian dari perkembangan dalam mengajari kemampuan memecahkan masalah dan berpikir kritis, yaitu :
1. Mengumpulkan informasi-informasi dan sumber-sumber yang berguna.
Suatu informasi yang diperoleh akan berguna padi seseorang untuk melakukan upaya mengganggulangi atau mengatasi dampak-dampak negatif dari suatu permasalahan.
2. Mengembangkan fleksibilitas dalam bentuk dan gaya
Pengolahan informasi yang diperoleh dalam berbagai bentuk dan melibatkan beberapa sudut pandang.
3. Mempertanyakan pertanyaan-pertanyaan berkualitas tinggi
4. Menimbang bukti sebelum menarik kesimpulan
5. Menggunakan metafora dan model
6. Mengonsepkan strategi(diagram, daftar, keuntungan dan kerugian, penjabaran, dll)
7. Berhubungan secara produktif dengan ambiguitas, perbedaan, dan kebaruan
8. Mencari kemungkinan dan probabilitas(meletuskan ide secara cepat dalam kelompok, membuat formula, survai, sebab akibat)
9. Keterampilan debat dan diskusi
10. Identifikasi kesalahan, ketidaksesuaian, dan ketidaklogisan
11. Mengkaji pendekatan-pendekatan alternatif (mengubah kerangka referensi, berpikir di luar kotak, dll)
12. Strategi-strategi hipotesis - pengujian
13. Mengembangkan objektivitas
14. Generalisasi dan deteksi pola (identifikasi dan mengorganisasikan informasi, menerjemahkan informasi, aplikasi lintas batas)
15. Peristiwa-peristiwa yang berurutan. (Brain Based Learning, 2008: 280)
Beberapa tokoh telah memberikan sumbangan ide dalam meningkatkan kemampuan berpikir ktitis. Interaksi dari peserta didik tersebut juga dapat memberikan peran penting dalam melibatkan aktivitas berpikir pada diri peserta didik. Interaksi dengan lingkungan baik itu lingkungan alam, sosial, maupun budaya dan interaksi dengan teman sejawatnya. Hal ini, dikarenakan pengalaman yang terjadi cenderung memberikan masukkan yang berdampak baik positif maupun negatif dalam diri individu untuk memecahkan masalah yang ada. Kemampuan berpikir kritis ini tidak dapat diartikan sebagai problem solving, karena kemampuan memecahkan masalah itu sendiri hanya bagian dari kemampuan berpikir kritis.
Sistem pembelajaran yang bersifat menghafal, di rasa kurang efektif untuk peserta didik. Menghafal pada dasarnya, hanya untuk jangka waktu pendek. Ketika satu minggu berlalu, maka peserta didik perlu mengingat kembali. Dengan pembelajaran yang bersifat menganalisis, mensintesis dan mengevaluasi suatu masalah, maka menjadikan peserta didik berpikir kritis untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini, menuntut perhatian pendidik. Diharapkan pendidik dapat selektif dalam memilih soal sehingga pola pikir anak didiknya berkembang.
Cara penilaian dengan telaah yang lebih dalam, mendorong peserta didik untuk belajar secara lebih bermakna daripada sekedar hanya menghafal. Jadi, pertanyaan yang diberikan pendidik harus ditelaah lebih dalam seperti penerapannya dalam kehidupan, contoh-contoh dari materi pelajaran, dan lain-lain. Ini akan lebih meningkatkan peserta didik berpikir kritis daripada guru memberikan pertanyaan yang jawabnya dapat dengan mudah dicari di buku-buku sumber.
Dalam pembelajaran pendidik lebih memusatkan pada pemberian pengertian-pengertian atau konsep-konsep kunci yang fungsional akan mendorong peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir mereka. Pembelajaran seperti ini akan menantang bagi peserta didik untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulannya secara mandiri.
Selain kemampuan berpikir kritis, pendidik harus mengimbangi dengan meningkatkan perkembangan bahasa peserta didik. Hal ini tak terlepas dari kemampuan berpikir dipengaruhi oleh bahasa yang dimiliki oleh peserta didik. Dengan meningkatkan kemampuan bahasa, berarti pendidik juga meningkatkan pola pikir kritis peserta didik. Keterampilan bahasa ini berhubungan dengan menyampaikan pikiran peserta didik tersebut. Selain menekankan pada keterampilan bahasa diperlukan pula rasa percaya diri yang cukup. Pendidik memberikan motivasi agar menambah kepercayaan diri. Disamping itu, pendidik juga perlu memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mengungkapkan pikirannya. Apabila keterampilan berpikir kritis sudah dapat dilaksanakan maka akan menjadi hal yang cukup mudah untuk mengkomunikasikan pikirannya ini. Hal ini karena idenya sudah terkonsep.
Ternyata tak cuma intelegensi anak saja yang kini harus dimiliki berpikir kreatif pun tak kalah bergunanya. Berpikir kreatif haruslah dikembangkan sejak dini pada diri seorang anak. Peran utama orang tua dan guru haruslah sinergi dalam memberikan rangsangan kepada anak mengembangkan cara berpikir kraetif.
Makna kata berpikir kreatif sendiri sesungguhnya berkisar pada persoalan menghasilkan sesuatu yang baru dari hasil berpikirnya. Suatu ide atau gagasan tentu lahir dari proses berpikir yang melibatkan empat unsur berpikir: alat indera; fakta; informasi; dan otak. Arti kata berpikir kreatif di sini harus diarahkan pada proses dan hasil yang positif, tentu untuk kebaikan bukan untuk keburukan. Berpikir kreatif juga perlu dibenturkan dengan kesesuaian, konteks dengan tema persoalan, nilai pemecahan masalah, serta bobot dan tanggung jawab yang menyertainya. Dengan demikian, tidak setiap kebaruan hasil karya dapat dengan serta-merta disebut kreatif. Yang dimaksud tanggung jawab di sini adalah landasan konseptual yang menyertai karya tersebut.
Terdapat beragam definisi yang terkandung dalam pengertian berpikir kreatif. Menurut yang bersifat inovatif, berdaya guna, dan dapat dimengerti. Definisi senada juga dikemukakan oleh Drevdahl. Menurutnya, kreativitas adalah kemampuan seseorang menghasilkan gagasan baru, berupa kegiatan atau sintesis pemikiran yang mempunyai maksud dan tujuan yang ditentukan, bukan fantasi semata.
Di dalam makna berpikir kreatif untuk menyebut suatu karya baru atau kebaruan yang diutamakan adalah aspek kesegaran ide dalam karya tersebut, bukan sekadar ulangan atau stereotip. Kreatif bisa juga ditinjau dari nilai orisinalitas dan keunikan cara penyampaiannya; bisa juga merupakan sebuah alternatif "cara lain", walau inti pesan sebenarnya tidak berbeda dengan apa yang pernah ada sebelumnya.
Berpikir kreatif yang tampak pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa. Berpikir kreatif merupakan sifat yang komplikatif; seorang anak mampu berkreasi dengan spontan karena ia telah memiliki unsur pencetus kreativitas.
Pada dasarnya anak-anak yang berpikir kreatif bersifat ekspresionis. Ini karena pengungkapan ekspresi itu merupakan sifat yang dilahirkan dan dapat berkembang melalui latihan-latihan. Ekspresi ini disebut dengan spontanitas, terbuka, tangkas dan sportif. Ada 3 ciri dominan pada anak yang berpikir kreatif: (1) spontan; (2) rasa ingin tahu; (3) tertarik pada hal-hal ; faktor lingkunganlah yang menjadikan anak tidak kreatif. Dengan demikian, peran pendidik sebenarnya lebih pada mengembangkan anak untuk berpikir kreatif. Ada empat Cara Mengembangkan Anak untuk berpikir kreatif
a. Membangun kepribadian
Pendidik dapat membangun kepribadian baik pada anak yang tercermin dari pola pikir dan pola sikap anak yang kreatif. Pendidik yang paham akan senantiasa menstimulasi/merangsang aktivitas berpikir dan bersikap anak. Menstimulasi aktivitas berpikir dilakukan dengan cara menstimulasi unsur-unsur/komponen berfikir (indera, fakta, informasi dan otak). Aktivitas bersikap adalah aktivitas dalam rangka pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri (beragama, mempertahankan diri dan melestarikan jenis).
Pendidik dapat menstimulasi alat indera anak dengan cara melatih semua alat indera sedini mungkin. Pendidik senantiasa menghadirkan keteladanan yang baik pada anak di mana saja mereka berada. Jadi dapat dikatakan kepribadian menentukan potensi berpikir yang kreatif yang lebih besar.
b. Menumbuhkembangkan motivasi
Berpikir kreatif dimulai dari suatu gagasan yang interaktif. Bagi anak-anak, dorongan dari luar diperlukan untuk memunculkan suatu gagasan. Dalam hal ini, pendidik banyak berperan. Dengan penghargaan diri, komunikasi dialogis dan kemampuan mendengar aktif maka anak akan merasa dipercaya, dihargai, diperhatikan, dikasihi, didengarkan, dimengerti, didukung, dilibatkan dan diterima segala kelemahan dan keterbatasannya. Dengan demikian, anak akan memiliki dorongan yang kuat untuk secara berani dan lancar mengemukakan gagasan-gagasannya. Selain itu, untuk memotivasi anak agar lebih berppikir kreatif, sudah seharusnya pendidik memberikan perhatian serius pada aktivitas yang tengah dilakukan oleh anak, misalnya dengan melakukan aktivitas bersama-sama mereka. Dengan demikian, sesungguhnya anak memiliki peluang yang lebih besar untuk menjadikan anak-anak yang berpikir kreatif. Sebagai pendidik senantiasa berusaha untuk memperkenalkan anak dengan berbagai hal dan sesuatu yang baru untuk memenuhi aspek kognitif mereka. Tujuannya adalah agar mereka lebih terdorong lagi untuk berpikir dan berbuat secara kreatif. Dalam memotivasi anak agar kreatif, dilakukan dengan cara menyenangkan dan tidak di bawah tekanan/paksaan.
c. Mengendalikan proses pembentukan anak kreatif
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik dalam pembentukan anak kreatif adalah:
1) Persiapan waktu, tempat, fasilitas dan bahan yang memadai
Waktu dapat berkisar antara 10-30 menit setiap hari; bergantung pada bentuk kreativitas apa yang hendak dikembangkan. Begitu pula dengan tempat; ada yang memerlukan tempat yang khusus dan ada pula yang dapat dilakukan di mana saja. Fasilitas tidak harus selalu canggih; bergantung pada sasaran apa yang hendak dicapai. Bahan pun tidak harus selalu baru; lebih sering justru menggunakan bahan-bahan sisa atau bekas.
2) Mengatur kegiatan
Kegiatan diatur sedemikian rupa agar anak-anak dapat melakukan aktivitasnya secara individual maupun berkelompok. Kadang-kadang anak-anak melakukan aktivitas secara kompetitif; kadang-kadang juga secara kooperatif. Selain itu pendidik menyediakan satu sudut khusus untuk anak dalam melakukan aktivitas. Sehingga anak difokus pada aktivitas yang diatur.
3) Memelihara iklim kreatif agar tetap terpelihara
Caranya dengan mengoptimal-kan poin-poin tersebut di atas.
d. Mengevaluasi hasil dari berpikir kreatif
Selama ini kita sering menilai kreativitas melalui hasil atau produk kreatif anak. Padahal sesungguhnya proses itu pada masa kanak-kanak lebih penting ketimbang hasilnya. Pentingnya penilaian kita terhadap proses berpikir kreatif bukan berarti kita tidak boleh menilai hasil berpikir kreatif itu sendiri. Penilaian tetap dilakukan. Hanya saja, ada satu hal yang harus kita perhatikan dalam menilai. Hendaknya kita menilai hasil kreatif anak tersebut dengan menggunakan perspektif anak, bukan perspektif kita sebagai orang dewasa.
Kalau kita mendapati seorang anak berusia 7 tahun dan kemudian dia dapat menyebutkan menggambar mobil, apakah kita akan mengatakan, "Ah, kalau cuma bisanya baru menyebutkan begitu, saya juga bisa." Tentu saja, dalam mengevaluasi proses dan hasil berpikir kreatif harus "open mind" atau dengan "pikiran terbuka". Setiap kali kita mengevaluasi hasil tersebut, kita harus selalu memberikan dukungan, penguatan sekaligus pengarahan. Begitu juga sebaliknya; jauhi celaan dan hukuman agar anak kita tetap kreatif.
Hal-hal dibawah ini harus dilakukan guru agar anak dapat mengembangkan cara berpikir kreatif anak, seperti :
1) Menciptakan lingkungan yang aman dan memberikan kebebasan bagi anak dalam mengungkapkan pendapat, perasaan dan sikapnya.
2) Guru harus menghormati anak sebagai individu, menghargai keunikan anak.
3) Guru jangan menghargai prestasi anak hanya dengan rangking.
4) Guru harus dapat menjadi model atau panutan bagi anak.
Guru harus menghargai hasil kreativitas dan keingintahuan anak akan sesuatu., jadi sebuah keharusan bagi orang tua atau guru untuk belajar, mengikuti semua perkembangan yang ada agar dapat mengimbangi rasa ingin tahu anak.
1) Guru harus dapat menunjang kegiatan anak.
2) Guru dapat menjadikan anak mandiri dan dapat mengambil keputusan sendiri.
3) Memberikan pujian pada anak bila mereka melakukan sesuatu dengan baik dan mulai mengurangi hukuman.
4) Sering berkomunikasi secara dua arah dengan anak. Gunakan teknik bertanya, sehingga memancing diskusi dengan merangsang rasa keingintahuan anak.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses penambahan informasi dan daya upaya untuk menimbulkan kreasi- kreasi akan kemampuan baru. Proses pembelajaran yang kita berikan harus mengarahkan dan melatih siswa untuk menghadapi masalah baik masalah pribadi maupun kelompok di lingkungan sekolah dan di luar lingkungan sekolah untuk dipecahkan sendiri. Dalam menyampaikan bahan pelajaran kita menjadikan masalah sebagai titik tolak pembahasan untuk dianalisis dalam usaha mencari pemecahan atau jawaban oleh siswa. Disini siswa dapat menemukan kombinasi aturan- aturan yang dipelajarinya lebih dahulu yang digunakannya untuk memecahkan masalah yang baru. Siswa didorong untuk berfikir secara sistematis dan kritis. Selain itu siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dengan kehidupan nyata. Dalam memecahkan masalah siswa diajak untuk melihat proses pemecahn masalah tersebut. Kemampuan siswa dalam memecahkan masalah sangat penting bagi siswa dan masa depannya.
Ada beberapa langkah untuk membuat anak menjadi problem solver antara lain: (1) siswa harus dapat merumuskan masalah, disini siswa diharapkan dapat menentukan masalah yang akan dipecahkan. (2) siswa menganalisis masalah, disini siswa meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang. (3) siswa merumuskan hipotesis, langkaha ini siswa harus dapat merumuskan berbagaikemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. (4) siswa akan mengumpulkan data, siswa akan mencari dan menggambarkan informasi yang di perlukan dalam memecahkan masalah. (5) Pengujian hipotesis, siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan. (6) siswa harus merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, siswa akan menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai dengan rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Siswa dapat dikatakan sebagai problem solver apabila siswa dapat melakukan hal- hal seperti siswa dalam belajar tidak hanya sekedar mengingat materi pelajaran, akan tetapi menguasai dan memahami pelajaran tersebut secara penuh. Selanjutnya siswa mempunyai kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta dapat mengembangkan kemampuannya dalam membuat keputusan secara objektif. Selain itu siswa juga memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah . dan yang terakhir yaitu siswa dapat memahami hubungan antara apa yang dipelajarinya dengan kehidupan kenyataan dalam kehidupannya(hubungan antara teori dengsn kenyataan).
Problem solver sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran karena dengan adanya problem solver ini maka pembelajaran akan semakin hidup dan semakin menggairahkan. Selain itu, siswa juga dapata mengembangkan kemampuan untuk berfikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan yang baru.
–– ADVERTISEMENT ––
Komentar
Posting Komentar