Idealisme mengacu kepada teori yang menegaskan arti penting krusial dari Pikiran, spiritual, dan ideal dalam kehidupan nyata. Pengertian ini menegaskan bahwa pada dasarnya realitas itu bersifat spiritual (pengejawantahan mental) dan menolak kemungkinan untuk mengetahui apa pun kecuali mental (apa yang ada di benak kita). Sebagai sarana untuk menjelaskan Semesta, Idealisme mengasumsikan realitas utama yang hanya ada dalam pikiran dan menyimpulkan bahwa semesta merupakan ungkapan dari kecerdasan dan kemauan yang sangat umum.
Dalam menjelaskan fitrah manusia, Idealis berpendapat bahwa esensi spiritual manusia itu bertahan lama dan permanen. Pikiran adalah kekuatan hayati yang memberi manusia vitalitas dan dinamisme. Pikiran membuktikan keberadaan dengan meragukan sesuatu; meragukan sesuatu sama halnya berpikir; berpikir memberi bukti keberadaan intelek atau pikiran.
Diri sejati manusia itu bersifat nonmaterial, spiritual, atau mental. Kedirian, sebuah inti penyatu nilai-nilai pribadi, memberi jati diri bagi seseorang, karena kedirian itu memisahkan apa yang berasal dari diri dan apa yang bukan.
Kendati semesta bisa berisi entitas nonmaterial, ia tetaplah merupakan realitas spiritual yang tidak bisa direduksi, dan benar-benar ada. Semesta, tanpa disangsikan, berisi realitas mental yang khas. Realitas itu pada dasarnya bersifat spiritual, bukannya material. Spirit itu lebih inklusif dibanding materi, dan bahkan melingkupinya. Materi bergantung pada spirit, karena spirit melemahkan dan menguatkan materi.
Kendati spirituallah yang sebenarnya riil, tidaklah mustahil untuk membicarakan tentang dunia yang “riil” dan dunia yang “tampak” dalam lingkup Idealis. Dunia riil dari pikiran dan gagasan itu bersifat abadi, permanen, teratur, dan tertata.
Dengan menggambarkan tatanan realitas yang sempurna, gagasan-gagasan abadi itu tidak dapat diubah, karena perubahannya itu inkonsisten dan tidak perlu. Dengan begitu, tidaklah mustahil untuk menyatakan keberadaan kebenaran dan nilai-nilai absolut.
Terdapat pula sesuatu yang tertampak oleh indera, yaitu dunia “tampak” yang dicerap oleh pengalaman inderawi sehari-hari. Sesuatu yang tampak itu dicirikan dengan perubahan, ketaksempurnaan, ketidakteraturan, dan ketidaktertataan.
Berdasarkan apa yang riil dan apa yang tampak, tugas pendidikan ialah mengarahkan peserta didik dari sensasi menuju realitas Gagasan. Pendidikan menjadi semacam konversi menuju realitas gagasan.
Dalam menjelaskan fitrah manusia, Idealis berpendapat bahwa esensi spiritual manusia itu bertahan lama dan permanen. Pikiran adalah kekuatan hayati yang memberi manusia vitalitas dan dinamisme. Pikiran membuktikan keberadaan dengan meragukan sesuatu; meragukan sesuatu sama halnya berpikir; berpikir memberi bukti keberadaan intelek atau pikiran.
Diri sejati manusia itu bersifat nonmaterial, spiritual, atau mental. Kedirian, sebuah inti penyatu nilai-nilai pribadi, memberi jati diri bagi seseorang, karena kedirian itu memisahkan apa yang berasal dari diri dan apa yang bukan.
Kendati semesta bisa berisi entitas nonmaterial, ia tetaplah merupakan realitas spiritual yang tidak bisa direduksi, dan benar-benar ada. Semesta, tanpa disangsikan, berisi realitas mental yang khas. Realitas itu pada dasarnya bersifat spiritual, bukannya material. Spirit itu lebih inklusif dibanding materi, dan bahkan melingkupinya. Materi bergantung pada spirit, karena spirit melemahkan dan menguatkan materi.
Kendati spirituallah yang sebenarnya riil, tidaklah mustahil untuk membicarakan tentang dunia yang “riil” dan dunia yang “tampak” dalam lingkup Idealis. Dunia riil dari pikiran dan gagasan itu bersifat abadi, permanen, teratur, dan tertata.
Dengan menggambarkan tatanan realitas yang sempurna, gagasan-gagasan abadi itu tidak dapat diubah, karena perubahannya itu inkonsisten dan tidak perlu. Dengan begitu, tidaklah mustahil untuk menyatakan keberadaan kebenaran dan nilai-nilai absolut.
Terdapat pula sesuatu yang tertampak oleh indera, yaitu dunia “tampak” yang dicerap oleh pengalaman inderawi sehari-hari. Sesuatu yang tampak itu dicirikan dengan perubahan, ketaksempurnaan, ketidakteraturan, dan ketidaktertataan.
Berdasarkan apa yang riil dan apa yang tampak, tugas pendidikan ialah mengarahkan peserta didik dari sensasi menuju realitas Gagasan. Pendidikan menjadi semacam konversi menuju realitas gagasan.
Komentar
Posting Komentar